Kini, Mereka Percaya Diri ...

Itulah yang dikatakan Daryati, ibu 3 anak, yang sehari-harinya bekerja sebagai petani bawang di Desa Larangan, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Daryati seorang ibu rumah tangga yang kini harus membanting tulang demi kelangsungan hidup dan pendidikan ketiga anaknya. Sejak tahun 2008 lalu, suami Daryati pergi begitu saja tanpa pesan. Statusnya “cerai gantung”. Namun, Daryati tak memusingkannya lagi. Kini ia dan ratusan rekannya sesama janda yang menjadi perempuan kepala keluarga, mulai percaya diri. Mereka mengikuti berbagai pelatihan yang dilakukan oleh lembaga donor maupun bantuan dari perusahaan-perusahaan yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan para perempuan di wilayah pinggiran. Ibu-ibu ini di bawah asuhan Sekretariat Nasional (Seknas) Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Daryati yang tak lulus SD ini mengikuti program kejar paket A.

“Sekarang saya sudah bisa membaca, sudah bisa menghitung. Dulu saya bodoh, dibohongin suami saya. Enggak bisa ngitung dibohongin tetangga. Sekarang sudah tahu bikin usaha,” kata Daryati, seusai mengikuti pelatihan manajemen usaha melalui program “Dove Sisterhood” di Aula Kecamatan Larangan, Brebes, Jumat (18/6/2010) lalu.

Dove Sisterhood merupakan program Dove yang mengimplementasikannya dengan memberikan pelatihan dan bantuan modal usaha bagi para perempuan kepala keluarga, salah satunya di Brebes. Dalam pelatihan ini, ratusan ibu distimulasi untuk merencanakan usaha apa yang akan dibangun dalam tim. Total, terdapat 10 tim yang akan menjalankan usaha secara bersama. Jenis usahanya, pembibitan bawang dan penjualan bawang.

Daryati, yang awalnya buta huruf, kini berani tampil sebagai salah satu ketua tim. Bersama timnya, Daryati akan mengelola modal yang didapat. Sistem yang diterapkan adalah bagi hasil. Sekitar 20 persen akan dikembalikan ke Lembaga Keuangan Mikro yang menampung segala bantuan modal yang didapat untuk diputar kembali. Sisanya, yang 80 persen, akan dibagi oleh anggota kelompok.

Kepercayaan diri pun tak hanya dirasakan Daryati. Maryani (56) juga merasakan hal yang sama. Ibu empat anak, yang suaminya sudah berpulang ini, harus bangkit. Tujuh tahun sudah ia menjadi petani bawang, tak lagi buruh. Sebelumnya, saat sang suami masih hidup, Maryani lebih banyak menggantungkan kebutuhan keluarga pada suaminya yang bekerja di Kantor Kecamatan Larangan. Ia sendiri bekerja sebagai buruh tani yang menggarap lahan pemilik modal. Penghasilannya, bagi hasil dengan orang yang memberinya modal menanam bawang. Hasil yang didapat tak sebesar jika sendiri menjadi petani yang memiliki modal sendiri.

“Setelah suami meninggal, saya harus berpikir bagaimana bisa dapat penghasilan lebih. Salah satunya, jadi petani, enggak buruh lagi. Akhirnya, saya ikut pelatihan PEKKA dan pelatihan-pelatihan lain, jadi percaya diri. Awalnya kurang pede, kurang pengalaman, kurang berani. Sekarang tambah teman, modal juga nambah,” katanya sambil tertawa.

Di wilayah Brebes, angka perempuan kepala keluarga memang cukup tinggi. Sebagian besar menjadi janda karena perceraian. Dari 1,9 juta jiwa, sebanyak 250 ribu jiwa berada dalam garis kemiskinan. Pemerintah pun melakukan upaya pemberdayaan, salah satunya dengan menggandeng berbagai pihak. Selain pelatihan mengenai kewirausahaan dan pendidikan, para perempuan kepala keluarga juga ditumbuhkan kesadaran hukumnya. Koordinator Usaha PEKKA, Romlawati mengungkapkan, pihaknya melatih sejumlah perempuan untuk menjadi penyuluh di wilayahnya masing-masing. Menurut Romla, meski tak ada jumlah pasti, dalam dampingan PEKKA sendiri terdapat lebih dari 100 perempuan kepala keluarga.

“Di sini, cerai mati banyak, cerai hidup juga banyak. Ada yang tidak dicerai, tapi cerai gantung. Maka kita dorong bagaimana mereka punya status resmi, bukan mendorong cerai ya. Tetapi, pada kenyataannya banyak yang sudah dicerai tapi tidak punya status legal seperti surat cerai. Banyak yang ditinggal begitu saja. Untuk mengurusnya mahal, wong untuk makan saja susah,” kata Romla.

Maka, salah satu advokasi yang diberikan adalah melalui prosedur prodeo sehingga pengurusan akte cerai lebih mudah. “Hakimnya sidang keliling, jadi ibu-ibu ini biayanya tidak terlalu mahal. Selama ini mereka itu nrimo karena tidak tahu informasi, maka diperlakukan begitu oleh para suaminya tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.

Status secara legal ini dinilai penting, sebab dari sisi sosial, stereotip sangat kuat terhadap janda yang selalu dicurigai sebagai orang yang tidak baik. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat bagi mereka untuk memulai usaha.

Sumber : www.kompas.com diakses hari Selasa tanggal 22 Juni 2010

0 komentar:

Posting Komentar